LAUNCHING BUKU SAMBUT 500 TAHUN KOTA JAKARTA

              SOAL LOGIKA DAN RASA By. Isfandiari MD

Penggiat budaya, tim riset,ormas berbasis budaya sampai keagamaan urung rembuk. Eksekusinya, support nyata Pemerintah

..Lantai 14 Gedung Kantor Walikota Jakarta Utara mencetak sejarah baru. Penggiat kebudayaan dan unsur pemerintahan bergiat hang out di salah satu ruangan besar, luncurkan buku edukasi sejarah Utara Jakarta sambil dihibur  kumpulan Krontjong Toegoe. Ada diskusi kecil tanya jawab yang sangat intens, bukti generasi baby boomer, gen x, milenial peduli sekaligus khawatir atas kelestarian sejarah Jakarta….(Selasa 29 Juli 2025)….

Tema paling intens adalah peluncuran  2 buku , RITUS DAN RASA DI PESISIR KOTA, JEJAK PERADABAN DI UTARA JAKARTA. Buku kedua  ini  yang menggambaraka 3 objek utama, BATU TUMBUH,STRUKTUR SUNGAI COMATI dan  SITUS PELABUHAN TUA JAKARTA, Ketiganya dalam kondisi memprihatinkan. Batu Tumbuh sudah tidak ada di tempatnya, dipindahkan ke Museum Nasional. Lokasi aslinya sudah tertutup pemukiman padat yang berantakan, tidak terutus khasnya korban modernisasi perkotaan di Utara Jakarta. Sungai Comati sama nasibnya, sungai yang sudah menyempit dan tak ada lagi tanda-tanda kebesaran masa lalu yang dulunya extravagansa di  abad ke 5. Senada Pelabuhan Tua Jakarta , memudar hilang ditelan waktu. Syukurlah Tim Riset Indonesia Herritage Creative Hub kolaborasi dengen berbagai eleman masyarakat mau peduli dan menggelar pertemuan ini sekaligus launching buku mereka. Tak sampai disitu, kedepannya mereka berencana membuat berbagai platform edukasi sampai membuat film dokumenter. Oh ya, sejatinya ada satu buku lagi yang launching yakni NYANYIAN DARI KAMPUNG TUGU. Sayang,saat itu masih ada kendala yang harus diselesaikan sehingga peluncurannya ditunda.

Jujur, atensi romantika sejarah Utara Jakarta masih minim khususnya bagi warga Jakarta keseluruhan. Situs-situs budaya, peninggalan bersejarah  masih nggak begitu dianggap oleh banyak orang. Buktinya, zona bersejarah,  situs yang jadi bukti kejayaan masa lalu, kisah sejarah, tokoh sejarah lama kelamaan tertimbun seiring waktu. Syukurlah masih ada beberapa gelintir orang masih peduli. Pemerintah daerahpun masih belum maksimal merealisasikan kondisisi ideal yang bisa  jadi indikator betapa pentingnya jejak sejarah ini. Pemerintahan terus berganti, person dalam birokrasi juga berganti dari periode ke periode. Dari tingkat Gubernur, Walikota sampai jajaran yang punya kewenangan, masih setengah hati . Peneliti, budayawan, para pemerhati sejarah terus berusaha mensosialisasikan kepedulian mereka dengan berbagai ajang audiensi ke pemerintah berwenang. Inilah lelaku ikhtiar yang harusnya dihargai, dan idealnya pemerintah daerah memang bertugas untuk mewujudkan itu.

Penulis di Kantor Walikota Jakarta Utara, Terima kasih atas undangan Mbak Lisa Michiels, Ketua Yayasan Rumah Budaya Michiels

Dari perspektif penulis, semua terkait logika dan rasa. Kuncinya ada di Pemerintah! Gubernur , Walikota datang silih berganti dan memikul issue yang sama terkait keseriusan memelihara situs sejarah, bukti peradaban tinggi kota Jakarta. Mulai jaman Pak Ali Sadikin, Fauzi Bowo, sampai kini, pasangan Pramono Anung dan Rano Karno. Hitungan orang awam, anggaran yang dimiliki Jakarta pastinya mumpuni untuk merawat sarana prasarana situs-situs bersejarah ini dimata policy maker.  Persoalannya hanya kemauan dan seberapa pentingnya warisan-warisan budaya ini bagi mereka?  Dalam ajang diskusi kemarin, ‘curhatan’ naras sumber ataupun hadirin yang hadir bernada sama. Situs BATU TUMBUH misalnya, sudah tidak ada dan lokasi aslinya tertutup-timbun diantara padatnya pertokoan dan lingkungan yang berantakan dan kumuh. Begitu juga dengan Struktur Sungai Comati, sama sekali tidak layak sebagai sebuah tempat yang dulunya menjadi pusat peradaban Jakarta. Logika dan Rasa pastinya menyimpang pertanyaan, apalah pemangku kebijakan peduli deengan semua itu hingga harus selalu di ingatkkan oleh pihak lain: pecinta sejarah, akademisi atau mereka yang melakukan riset dari tahun ke tahun? Buku yang diluncurkan tentunya bukan hanya sekeadar kado ulang tahun ke 500 Jakarta. Buku itu sebagai wujud kepedulian dari banyak pihak  untuk menceritakan sebuah peradaban. Setelah ikhtiar dan cerita..pemerintah yang bertanggung jawab mengeksekusinya. 

              Administrator negara memiliki kewajiban itu. Kita tunggu!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *